Minggu, 14 Oktober 2012

Sekilas Tentang Jagung

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi.  Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Tanaman jagung merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia.  Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak goreng, margarin, dan formula makanan. Pati jagung dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan seperti es krim, kue, dan minuman. Karena cukup beragamnya kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman jagung tersebut diatas, dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan / berkelanjutan.
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi     6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2 - 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop)

Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman  kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)  mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang berasal dari famili legumineceae (tanaman legume/ kacang-kacangan). Cover crop atau tanaman penutup tanah berperan sebagai penahan kelembaban tanah di daerah perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet. Selain berfungsi menjaga kelembaban tanah di areal sekitar perkebunan, cover crop juga memiliki peran sebagai penggembur tanah.
Tanaman jenis legume, memiliki akar yang biasanya bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang dapat mengikat nitrogen (N) secara langsung dari udara. Selain itu, perakarannya tidak terlalu dalam dan merupakan akar serabut, sehingga akar tanaman penutup ini dapat membuat tanah tetap gembur. Dengan adanya tanaman penutup kelembaban tanah dapat terjaga dengan baik. Tanaman penutup biasanya ditanam secara tumpang sari.
Cover crop/ tanaman penutup dapat meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan tingkat bahan organik tanah melalui input tutupan biomassa tanaman dari waktu ke waktu.
Kualitas tanah dikelola untuk menghasilkan situasi optimal untuk tanaman berkembang. Faktor utama kualitas tanah adalah salinasi tanah, pH, keseimbangan mikroorganisme dan pencegahan kontaminasi tanah.
Fungsi Cover Crop
Cover Crop atau tanaman penutup tanah memiliki fungsi dalam pengendalian Air, pengendalian gulma, pengendalian penyakit, dan pengendalian hama.
Pengendalian Air
            Dengan mengurangi erosi tanah, tanaman penutup seringkali juga mengurangi baik tingkat dan kuantitas air yang mengalir di luar lapangan, yang biasanya akan menimbulkan risiko lingkungan perairan dan ekosistem hilir (Dabney et al 2001). Cover biomassa tanaman bertindak sebagai penghalang fisik antara curah hujan dan permukaan tanah, sehingga air hujan untuk terus menetes ke bawah melalui profil tanah. Dengan resapan air meningkat, potensi untuk penyimpanan tanah air dan pengisian kembali akuifer dapat ditingkatkan (Joyce et al 2002).
            Ketika tanaman penutup tanah adalah dimasukkan ke dalam tanah, atau ditinggalkan di permukaan tanah, sering kali meningkatkan kelembaban tanah. Dalam situasi petani lainnya mencoba untuk mengeringkan tanah secepat mungkin akan memasuki musim tanam.
            Di sini kelembaban konservasi tanah dapat menjadi masalah yang berkepanjangan. Sementara tanaman penutup dapat membantu untuk melestarikan air, di daerah beriklim sedang, mereka dapat penarikan pasokan air tanah di musim semi, terutama jika kondisi pertumbuhan iklim yang baik.
            Dalam kasus ini, tepat sebelum tanam, petani seringkali menghadapi tradeoff antara manfaat dari peningkatan pertumbuhan tanaman penutup dan kekurangan mengurangi kelembaban tanah untuk produksi tanaman kas musim itu.
Pengendalian Gulma
            Tanaman penutup tebal berdiri juga sering bersaing dengan gulma selama masa pertumbuhan tanaman penutup tanah, dan dapat mencegah biji gulma yang paling berkecambah dari menyelesaikan siklus hidup mereka dan mereproduksi. Jika tanaman penutup yang tersisa pada permukaan tanah daripada dimasukkan ke dalam tanah sebagai pupuk hijau setelah pertumbuhan yang dihentikan, dapat membentuk tikar hampir tak tertembus. Hal ini secara drastis mengurangi transmitansi cahaya untuk bibit gulma, yang dalam banyak kasus mengurangi tingkat perkecambahan biji gulma (Teasdale 1993).
            Lebih jauh lagi, bahkan ketika benih gulma berkecambah, mereka sering kehabisan energi yang tersimpan untuk pertumbuhan sebelum membangun kapasitas struktural yang diperlukan untuk menembus lapisan mulsa tanaman penutup. Hal ini sering disebut tanaman penutup melimpahi efek (Kobayashi et al 2003).
            Beberapa tanaman penutup menekan pertumbuhan gulma baik selama dan setelah kematian. Selama pertumbuhan tanaman pelindung ini bersaing keras dengan gulma untuk ruang yang tersedia, ringan, dan nutrisi, dan setelah kematian mereka melimpahi berikutnya flush gulma dengan membentuk lapisan mulsa di permukaan tanah (Blackshaw et al, 2001).
Pengendalian Hama dan Penyakit
            Beberapa tanaman penutup digunakan sebagai apa yang disebut "tanaman perangkap", untuk menarik hama menjauh dari tanaman utama dan terhadap apa yang hama lihat sebagai habitat yang lebih baik (Shelton dan Badenes-Perez 2006). Perangkap areal tanaman dapat didirikan dalam tanaman, dalam pertanian, atau dalam lanskap.
            Dalam banyak kasus, tanaman perangkap ditanam selama musim yang sama dengan tanaman pangan yang dihasilkan. Luas lahan terbatas diduduki oleh tanaman perangkap dapat diobati dengan pestisida sekali hama tertarik ke dalam perangkap dalam jumlah yang cukup besar untuk mengurangi populasi hama. Dalam beberapa sistem organik, petani akan mendapat manfaat selama tanaman perangkap dengan bekerja sebagai vakum yang berukuran besar secara fisik menarik dari hama tanaman dan keluar dari lapangan (Kuepper dan Thomas 2002). Tanaman pelindung lainnya digunakan untuk menarik predator alami hama dengan menyediakan unsur-unsur habitat mereka. Ini adalah bentuk kontrol biologis dikenal sebagai habitat augmentasi, tetapi dicapai dengan menggunakan tanaman penutup (Bugg dan Waddington 1994). Para peneliti menemukan bahwa beberapa penanaman tanaman pelindung yang berbeda polongan (seperti kacang bel, vetch woollypod, Selandia Baru semanggi putih, dan kacang musim dingin Austria) disediakan serbuk sari yang cukup sebagai sumber makanan menyebabkan peningkatan populasi musiman di Congdon, yang dengan waktu yang baik berpotensi cukup memperkenalkan tekanan predator untuk mengurangi populasi hama thrips jeruk (Grafton-Cardwell et al. 1999).
            Dengan cara yang sama bahwa sifat allelopati tanaman penutup dapat menekan gulma, mereka juga dapat mematahkan siklus penyakit dan mengurangi populasi penyakit bakteri dan jamur (Everts 2002), dan nematoda parasit (Potter et al. 1998, Vargas-Ayala dkk. 2000 ). Spesies dalam keluarga Brassicaceae, seperti mustard, telah banyak ditunjukkan untuk menekan populasi penyakit jamur melalui pelepasan zat kimia beracun alami selama degradasi senyawa glucosinolade pada jaringan tanaman sel mereka (Lazzeri dan Manici 2001).
Legume Cover Crop (LCC)
            Tanaman kacang-kacangan, terutama tanaman penutup tanah leguminosa, kedelai dan leguminosa pohon pada dasarnya memerlukan bantuan bakteri pembentuk bintil akar yang infektif dan efektif untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kebutuhan ini menjadi sangat vital jika tanaman tersebut diusahakan pada tanah-tanah marginal yang umum terdapat di Indonesia. Pada tanah jenis ini, aktivitas mikroba secara umum tergolong sangat rendah, sehingga untuk tanaman kacang-kacangan inokulum bakteri tersebut mutlak diperlukan untuk mencapai hasil yang ekonomis.
            Tanaman kacangan merupakan tanaman penutup tanah (Cover Crop) yang sangat berguna untuk mencegah erosi dan melindungi tanah dari sinar matahari yang terlalu terik dan dapat juga melindungi permukaan tanah dari air hujan dan mengurangi erosi terutama pada tanaman yang permukaannya miring, curam, atau bergelombang sehingga mengurangi kehilangan unsur hara akibat pencucian, serta berfungsi mengembalikan unsur hara yang tercuci dari lapisan dalam dan permukaan tanah. Tanaman kacangan yang telah menutup tanah juga dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga biaya untuk pengendalian gulma dapat ditekan.
            Tanaman kacang-kacangan penutup tanah adalah setiap tanaman tahunan, dua tahunan, atau tahunan tumbuh sebagai monokultur (satu jenis tanaman tumbuh bersama-sama) atau polikultur (beberapa jenis tanaman tumbuh bersama-sama).
Pemeliharaan Tanaman Penutup Tanah (LCC) pada tanaman karet
LCC memiliki banyak manfaat, beberapa manfaat langsung yang ditimbulkan dari penggunaan LCC pada pertanaman karet di antaranya : a). Meningkatkan kesuburan tanah, b). Melindungi tanah dari erosi, c). Memperbaiki sifat fisik tanah, d). Memperpendek masa TBM, e). Meningkatkan produksi karet, f). Mengurangi serangan Jamur Akar Putih (JAP), g). Mempertinggi homogenitas tanaman, h). Mempercepat regenerasi kulit pulihan.
Beberapa jenis LCC yang dianjurkan sebagai tanaman penutup tanah ada tanaman karet adalah sebagai berikut :
1. Centrosema pubescens Benth.
2. Calopogonium mucunoides Desv. (Roxb.)
3. Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth.
4. Pueraria javanica.
5. Calopogonium cearuleum Hemsl.
6. Centrosema plumeri (Turp. Ex Pers.) Benth.
7. Psophocarpus palustris Desv.
8. Pueraria thunbergiana (S & Z.) Benth.
9. Mucuna cochinchinensis.
10. Mucuna bracteata.
Dari beberapa jenis LCC tersebut di atas, saat ini Mucuna bracteata merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu : pertumbuhannya cepat, produksi biomassa tinggi, tahan terhadap naungan, tahan terhadap kekeringan, menekan pertumbuhan gulma, dan tidak disukai ternak. Pemeliharaan LCC sebaiknya dilakukan secara berkala sejak LCC ditanam di lapangan. Pada tanaman karet, LCC umumnya ditanam di antara barisan tanaman (gawangan). Tindakan pemeliharaan meliputi : pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemurnian.
Pengendalian gulma pada LCC dimulai sejak dua minggu atau satu bulan setelah tanam sampai LCC menutup sempurna. Penegdalian gulma dapat dilakukan secara manual maupun kimia. Penyiangan secara manual menggunakan tenaga manusia, umumnya tidak cukup dilakukan satu atau dua kali. Penyiangan ulangan dapat dilakukan dengan selang waktu 2-3 minggu. Penyiangan secara kimia dapat ditempuh dengan menggunakan herbisida. Herbisida pra-tumbuh disemprotkan di alur tanaman LCC satu hari setelah LCC ditanam. Jenis herbisida yang digunakan adalah prometryne, ametryne, alachor, dan triazine dengan dosis masing-masing 2,0 kg a.i/ha, 1,5 kg ai/ha, dan 2,75 kg a.i/ha. Herbisida purna-tumbuh yaitu herbisida yang disemprotkan setelah gula tumbuh di areal LCC. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan herbisida dengan bahan aktif paraquat.
Penyemprotan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur + 3 minggu dengan dosis 1,5-2,5 l/ha. Penyemprotan kedua dilakukan 3-4 minggi setelah penyemprotan pertama dengan dosis 0,75-1,5 l/ha, sedangkan penyemprotan ketiga dilakukan dengan dosis 0,5 l/ha pada jalur gulma bila masih diperlukan.
Hama yang menyeranga tanaman LCC di antaranya : ulat penggulung daun Nacoleia diemenalis, ulat jengkal Mocis undata, belalang Valanga niqricornis, kumbang dengung Holotrichia bidentata, kepik penghisap daun Chauliopsbisontula, dan kumbang moncong Hypomeces squamosus. Hama-hama tersebut dapat dikendalikan dengan penyemprotan insektisida Endosulfan dengan dosis 1.120 gr bahan aktif dalam 124 liter air, Methomyl 560 gr bahan aktif dalam 124 lite air, dan Tetra chloryinphos 1.120 gr bahan aktif dalam 124 liter air.
Pemurnian LCC dapat dilakukan secara manual maupun kimia tergantung banyaknya gulma yang tumbuh. Pemilihan herbisida dan teknik aplikasinya tergantung kepada komposisi gulma yang mencemari LCC. Persyaratan pemurnian LCC agar dapat berhasil adalah : a). umur LCC lebih dari 1 tahun, b). tajuk tanaman karet belum menutup, c). pencemaran gulma + 50%, dan d). penyemprotan dilakukan menjelang musim hujan. Gulma rumput dan berdaun lebar dikendalikan dengan herbisida Fusalie 1,5-2,0 l/ha dengan volume semprot 500 l/ha air pelarut, gulma semak berkayu dengan herbisida Tordon 0,75-1,0 l/ha atau 2,4 D-amine 1,5-2 l/ha dengan volume semprot 500 l/ha air pelarut, sedangkan gulma mikania dikendalikan dengan herbisida yang sama dengan gula berkayu namun dengan volume tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.

Sitanala, Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Minggu, 03 Juni 2012

Pemberian Pupuk Pada Tanaman

Pengaruh Pemupukan
            Pemberian pupuk kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : pertama, pemberian pupuk dengan dibenamkan sepanjang larikan tanaman lalu ditutup tanah. Kedua, penebaran pupuk secara merata diatas tanah dan biasa untuk tanaman yang jarak tanamnya rapat seperti padi. Tetapi tidak dianjurkan untuk pupuk urea karena mudah hilang akibat penguapan. Ketiga, pupuk dimasukkan ke dalam lubang tanam sesaat sebelum tanaman ditanam (pop up). Bisa juga pupuk diletakkan di belakang tanah yang baru dibajak. Keempat, memberikan pupuk dengan penugalan sedalam 10-15 cm di dekat tanaman, kemudian lubang ditutup kembali jika sudah diberi pupuk. Keenam, memberikan pupuk dengan dilarutkan air kemudian disiramkan pada tanaman (fertigasi). Cara pemupukan tadi bisa dikombinasikan untuk satu jenis tanaman. Misalnya untuk satu jenis pupuk dengan pop up tetapi pupuk jenis lain dengan fertigasi.
            Waktu pemberian pupuk pun harus diperhatikan dalam budidaya suatu komoditi. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan tanaman akan unsur-unsur tertentu serta kecepatan pelepasannya. Waktu yang tepat untuk pemberian pupuk N, P atau K berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan, pertama, kondisi cuaca dan iklim, yang berkaitan dengan ketersediaan air sebab hanya dengan air pupuk bisa larut dan diserap oleh tanaman. Kedua, umur dan kondisi tanaman, pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Kebutuhan tanaman yang pada saat tanaman belum menghasilkan tentu berbeda dengan tanaman yang sudah menghasilkan. Ketiga, jenis dan macam pupuk, tanaman mempunyai kebutuhan unsur yang berbeda. Ada juga pupuk yang mudah larut atau sukar larut dan ini berkaitan dengan ketersediaannya bagi tanaman. Misalnya pupuk organik mempunyai sifat ketersediaan unsur haranya lambat sehingga perlu dipupuk ke tanaman beberapa waktu sebelum tanaman ditanam. Pupuk anorganik yang mudah tersedia karena mudah larut semisal urea, kalsium nitrat dapat diberikan pada tanaman setelah tanaman mulai tumbuh. Pupuk anorganik yang agak lambat tersedia misalnya KCl, dan double fosfat. Sedang pupuk anorganik yang berasal dari batuan alam lambat tersedianya misalnya batuan fosfat.
            Ada lima tepat dalam pemupukan : tepat macam atau jenis, tepat dosis, tepat tempat, tepat waktu, tepat cara atau metode pemupukan. Ketidaktepatan dalam pemupukan menyebabkan efisiensi pupuk berkurang, tidak banyak yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman bahkan berakibat tidak baik bagi lingkungan.
            Pemupukan dengan pupuk tertentu (terutama pupuk kimia, anorganik) mengakibatkan tanah menjadi asam. Sebenarnya pupuk bisa menyebabkan tanah menjadi masam, netral atau basa tergantung reaksi antara pupuk kimia dan tanah, contohnya pupuk urea dan ZA. Adalah sangat tidak dianjurkan menggunakan pupuk yang memberikan reaksi asam pada tanah yang sudah asam. Salah satu contoh adalah pupuk urea akan menurunkan pH tanah artinya tanah yang dipupuk urea terus-menerus akan menjadi masam, padahal pH tanah menentukan penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman. Apabila tanah mempunyai pH terlalu rendah atau tinggi maka dipastikan bahwa penyerapan unsur hara lain oleh tanaman menjadi tidak optimal. Dan akibatnya pasti, kebutuhan tanaman akan kelengkapan unsur hara terganggu.
            Penggunaan pupuk anorganik (pupuk kimia) dalam jangka panjang menyebabkan kadar bahan organik tanah menurun, struktur tanah rusak, dan pencemaran lingkungan. Hal ini jika terus berlanjut akan menurunkan kualitas tanah dan kesehatan lingkungan. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah, diperlukan kombinasi pupuk anorganik dengan ketepatan dengan pupuk organic yang tepat. Penggunaaan pupuk bernitrogen yang berlebihan juga mengakibatkan kadar nitrat dalam hasil pertanian juga meningkat karena terjadinya akumulasi nitrat dalam jaringan tanaman. Dampak negatif ini akan berkurang jika penggunaan pupuknya seimbang. Residu sulfat dan karbonat karena pupuk bereaksi dengan unsur kalsium tanah, mengakibatkan tanah makin sulit untuk diolah. Pemupukan nitrogen yang berlebihan akan menyebabkan kandungan nitrat dalam air tanah juga meningkat. Penggunaan nitrogen atau pupuk urea merupakan faktor utama penyebab polusi dan degradasi lingkungan. Kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi di sungai, danau dan lautan karena polusi menyebabkan pertumbuhan alga sangat pesat sehingga menghilangkan oksigen dalam air.   

Jumat, 01 Juni 2012

Pemasaran CPO


Pendahuluan
Dalam perekonomian Indonesia sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan, dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik, mengingat semakin langkanya atau menurunnya mutu sumberdaya alam. Ke masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional, dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat (petani kelapa sawit dapat memiliki pendapatan sekitar Rp. 2 juta – Rp. 6 juta per tahun), produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri (produksi tahun 1998 sebesar 5,6 juta ton meningkat menjadi sekitar 10,7 juta ton pada tahun 2003) ekspor CPO yang menghasilkan devisa (volume ekspor tahun 1998 sebesar 1,6 juta ton senilai US$ 800 ribu dolar meningkat menjadi 5,7 juta ton senilai US$ 2,1 juta dolar pada tahun 2003) dan menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja di berbagai sub sistem. Selain itu tanaman kelapa sawit juga menjadi sumber pangan dan gizi utama dalam menu penduduk negeri, sehingga kelangkaannya di pasar domestik berpengaruh sangat nyata dalam perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, pengembangan tanaman dan agribisnis kelapa sawit akan dapat memberikan sebesar-besarnya manfaat di atas, apabila para pelaku agribisnis kelapa sawit, perbankan, lembaga penelitian dan pengembangan serta sarana dan prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait memberikan dukungan dan peran aktifnya.
Kelapa sawit juga merupakan sumber lemak nabati yang populer karena produksi/pengolahan minyak kelapa sawit yang tinggi di negara-negara Asia Tenggara, bahkan minyak kelapa sawit menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, di samping minyak kelapa. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, antara lain: 1) menjadi sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, 2) sumber devisa Negara, 3) mulai dari perkebunan, industri pengolahan, sampai dengan pemasaran produknya menjadi primadona penyedia lapangan kerja, 4) perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit tersebut memacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, 5) pendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan hilir berbasis pengolahan CPO di Indonesia, misalnya: mentega, kue/biskuit, gliserin, sabun, dan deterjen.
Produk Turunan Kelapa Sawit
Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain:
1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan Margarine, shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.
2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary, Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun, Detergent, Shampoo dan Kosmetik.
3. Produk Turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing, Lubricants, Emulsifiers, Detergent, Glicerine, Cosmetic, Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective Coatings.
Dari gambaran tersebut dapat disampaikan bahwa prospek kelapa sawit masih sangat luas, tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan minyak goreng kelapa sawit, tetapi juga untuk kebutuhan produk-produk turunannya. Untuk lebih meningkatkan daya saing produk kelapa sawit dan turunannya agar lebih mempunyai daya saing, keterpaduan penanganan sejak dari kegiatan perencanaan, kegiatan on-farm, off-farm, dukungan sarana dan prasarana serta jasa-jasa penunjangnya sangat diperlukan.
Pola Pemasaran Produk Kelapa Sawit
Adapun Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah :
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.
Kelapa Sawit di Perdagangan Internasional
Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi dalam keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO, dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia 1988-2000 meningkat dengan laju 13,5%/tahun. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia. Dalam keadaan demikian biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri yang besarnya pernah mencapai 60%. Perkembangan harga minyak sawit (CPO) di pasar domestik dan internasional sejak tahun 1988 sampai dengan 2002 menunjukkan kecenderungan yang menaik. Pergerakan harga minyak sawit di pasar internasional ditransmisikan ke pasar domestik (border price dan whole sale price) melalui mekanisme pasar. Secara umum pergerakan harga minyak sawit domestik searah dengan perkembanga harga minyak sawit di pasar internasional. Selain itu, harga minyak sawit juga mempunyai fluktuasi musiman.
Hingga saat ini, konsumsi minyak sawit domestik diperkirakan sekitar 50%-60% dari produksi dan penggunaannya sebagian besar untuk pangan (80%-85%) sedangkan untuk industri oleokimia relatif masih kecil (15%-20%). Menurut perkiraan, pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri adalah sekitar 11,5 %/tahun. Pertumbuhan konsumsi untuk oleopangan adalah 12%, lebih besar dibandingkan pertumbuhan konsumsi untuk oleokimia (10%). Dengan perkiraan tersebut, maka neraca minyak kelapa sawit Indonesia dalam lima tahun terakhir bergerak dari surplus ke arah keseimbangan, identik dengan neraca dunia. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Malaysia memegang peranan penting dalam perdagangan minyak sawit pada akhir tahun 1960-an saat Indonesia dan Nigeria mengalami stagnasi produksi. Pada tahun 1969 pangsa ekspor minyak sawit Malaysia mencapai sekitar 43 - 48 persen dari ekspor minyak sawit dunia dan pada tahun 2002 pangsa ekspor Malaysia tumbuh menjadi 57,28 persen. Pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 20,49 persen, dan 32,64 persen. Sisanya dikuasai oleh beberapa negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading. Amerika Serikat, Belanda dan Pakistan secara tradisional merupakan negara pengimpor utama minyak sawit. Pada tahun 1969 ketiga Negara mengimpor sekitar 11 persen dari impor minyak sawit dunia. Pada tahun 2002, pangsa impor ketiga negara meningkat menjadi sekitar 13.35 persen. Perubahan pangsa impor ketiga negara tersebut terjadi karena adanya peningkatan impor oleh Pakistan yang cukup nyata. Saat ini ketiga pengimpor minyak sawit tersebut berperan cukup penting bagi Indonesia. Pada ketiga pasar tersebut, Malaysia merupakan pesaing utama Indonesia dan umumnya CPO asal Malaysia lebih kompetitif karena antara lain, mutu yang lebih baik dan adanya kemudahan-kemudahan yang didapat Malaysia dari negara pengimpor dan tidak diperoleh Indonesia. Namun, perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia diperkirakan akan tertahan oleh adanya keterbatasan sumber daya lahan dan tingginya tingkat upah pekerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai potensi untuk berkembang karena dukungan biaya produksi murah dan lahan potensial yang masih tersedia. Namun Indonesia juga menghadapi kendala dalam pengembangan ekspor karena tingkat konsumsi domestik tinggi.
Ekspor CPO Indonesia Periode Tahun 2010 - 2011
            Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA) memperkirakan, ekspor CPO Indonesia tahun 2011 bisa mencapai 19,35 juta ton. Angka itu naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 17,85 juta ton. Sedangkan produksi CPO Indonesia akan mencapai 25,4 juta ton pada 2011. Angka itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 23,6 juta ton. Jika proyeksi itu dipadukan dengan capaian ekspor CPO Indonesia pada 2010, tidak berlebihan apabila nilai ekspor CPO Indonesia pada 2011 akan menembus US$ 20,2 miliar atau setara Rp 180 triliun. Terlebih lagi, harga CPO sepanjang empat bulan pertama 2011 dalam tren meningkat. Harga CPO dunia kembali naik, setelah sempat melandai pada Maret 2011.
Harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 berada di level US$ 1.140 per ton, naik 5,6% dibanding minggu kedua Maret 2011 yang masih bertengger di level US$ 1.079 per ton. Peningkatan harga CPO di bursa global terjadi seiring dengan tingginya harga minyak dunia yang saat ini sudah melebihi US$ 112 per barel. Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan sepanjang 2010 nilai ekspor CPO dan produk turunan sawit Indonesia mencapai US$ 16,4 miliar, naik 50% lebih dari 2009 yang berjumlah US$ 10 miliar. Kenaikan ini karena tingginya harga CPO internasional. Di kuartal I 2010, nilai ekspor CPO sebesar US$ 2,66 miliar selanjutnya bertambah menjadi US$ 3,04 miliar di kuartal II. Berikutnya di kuartal III, nilai ekspor sebesar US$ 4,46 miliar yang kian melonjak tajam menjadi sekitar US$ 6,32 miliar di kuartal IV.
Secara volume, sepanjang Januari-Desember 2010 ekspor CPO Indonesia naik tipis 127.498 ton menjadi 15.656.349 ton, dibandingkan tahun sebelumnya 15.528.851 ton. Pertumbuhan ekspor CPO nasional didorong kenaikan pembelian oleh tiga konsumen utama yakni India, Cina, dan Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa meningkatkan jumlah pembelian CPO dan produk turunannya dari Indonesia berjumlah 3.728.677 ton. Uni Eropa lebih banyak membeli CPO sebanyak 2.537.431 ton,
RBD Stearin sebanyak 426.673 ton.RBD PO berjumlah 314.364 ton, RBD Olein sebesar 293.437 ton, PFAD berjumlah 148.069 ton, Crude Olein sebanyak 8.000 ton, dan Crude Stearin sebesar 700 ton. China mengimpor CPO dan turunannya dari Indonesia berjumlah 2.410.337 ton, di mana impor terbesar berupa produk RBD Olein berjumlah 1.491.948 ton.
Selanjutnya, RBD Stearin sebesar 632.312 ton, CPO berjumlah 231.617 ton, PFAD mencapai 46.458 ton, dan RBD PO sebanyak 8.000 ton. Bangladesh membeli CPO dan produk turunan dari Indonesia berjumlah 629.529 ton, AS mengimpor 172.167 ton CPO dan produk turunannya dari Indonesia. Pakistan mengimpor 87.379 ton CPO dan produk turunannya yang turun drastis dari tahun lalu, karena tertundanya penyelesaian Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Pakistan. Ekspor CPO dan produk turunan Indonesia ke negara-negara lain berjumlah 2.889.182 ton.Dari total ekspor CPO nasional, 15,6 juta ton ternyata masih didominasi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang mencapai 8.779.940 ton (56,2%) dan sisanya produk turunan CPO berjumlah 6.876.405 ton (43,8%).
Prospek CPO di Pasar Internasional
            Hasil analisis yang dilakukan FAO menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005. Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada negara yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun.
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun. Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton.
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005. Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton.
Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton).
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton.