Minggu, 03 Juni 2012

Pemberian Pupuk Pada Tanaman

Pengaruh Pemupukan
            Pemberian pupuk kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : pertama, pemberian pupuk dengan dibenamkan sepanjang larikan tanaman lalu ditutup tanah. Kedua, penebaran pupuk secara merata diatas tanah dan biasa untuk tanaman yang jarak tanamnya rapat seperti padi. Tetapi tidak dianjurkan untuk pupuk urea karena mudah hilang akibat penguapan. Ketiga, pupuk dimasukkan ke dalam lubang tanam sesaat sebelum tanaman ditanam (pop up). Bisa juga pupuk diletakkan di belakang tanah yang baru dibajak. Keempat, memberikan pupuk dengan penugalan sedalam 10-15 cm di dekat tanaman, kemudian lubang ditutup kembali jika sudah diberi pupuk. Keenam, memberikan pupuk dengan dilarutkan air kemudian disiramkan pada tanaman (fertigasi). Cara pemupukan tadi bisa dikombinasikan untuk satu jenis tanaman. Misalnya untuk satu jenis pupuk dengan pop up tetapi pupuk jenis lain dengan fertigasi.
            Waktu pemberian pupuk pun harus diperhatikan dalam budidaya suatu komoditi. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan tanaman akan unsur-unsur tertentu serta kecepatan pelepasannya. Waktu yang tepat untuk pemberian pupuk N, P atau K berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan, pertama, kondisi cuaca dan iklim, yang berkaitan dengan ketersediaan air sebab hanya dengan air pupuk bisa larut dan diserap oleh tanaman. Kedua, umur dan kondisi tanaman, pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Kebutuhan tanaman yang pada saat tanaman belum menghasilkan tentu berbeda dengan tanaman yang sudah menghasilkan. Ketiga, jenis dan macam pupuk, tanaman mempunyai kebutuhan unsur yang berbeda. Ada juga pupuk yang mudah larut atau sukar larut dan ini berkaitan dengan ketersediaannya bagi tanaman. Misalnya pupuk organik mempunyai sifat ketersediaan unsur haranya lambat sehingga perlu dipupuk ke tanaman beberapa waktu sebelum tanaman ditanam. Pupuk anorganik yang mudah tersedia karena mudah larut semisal urea, kalsium nitrat dapat diberikan pada tanaman setelah tanaman mulai tumbuh. Pupuk anorganik yang agak lambat tersedia misalnya KCl, dan double fosfat. Sedang pupuk anorganik yang berasal dari batuan alam lambat tersedianya misalnya batuan fosfat.
            Ada lima tepat dalam pemupukan : tepat macam atau jenis, tepat dosis, tepat tempat, tepat waktu, tepat cara atau metode pemupukan. Ketidaktepatan dalam pemupukan menyebabkan efisiensi pupuk berkurang, tidak banyak yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman bahkan berakibat tidak baik bagi lingkungan.
            Pemupukan dengan pupuk tertentu (terutama pupuk kimia, anorganik) mengakibatkan tanah menjadi asam. Sebenarnya pupuk bisa menyebabkan tanah menjadi masam, netral atau basa tergantung reaksi antara pupuk kimia dan tanah, contohnya pupuk urea dan ZA. Adalah sangat tidak dianjurkan menggunakan pupuk yang memberikan reaksi asam pada tanah yang sudah asam. Salah satu contoh adalah pupuk urea akan menurunkan pH tanah artinya tanah yang dipupuk urea terus-menerus akan menjadi masam, padahal pH tanah menentukan penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman. Apabila tanah mempunyai pH terlalu rendah atau tinggi maka dipastikan bahwa penyerapan unsur hara lain oleh tanaman menjadi tidak optimal. Dan akibatnya pasti, kebutuhan tanaman akan kelengkapan unsur hara terganggu.
            Penggunaan pupuk anorganik (pupuk kimia) dalam jangka panjang menyebabkan kadar bahan organik tanah menurun, struktur tanah rusak, dan pencemaran lingkungan. Hal ini jika terus berlanjut akan menurunkan kualitas tanah dan kesehatan lingkungan. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah, diperlukan kombinasi pupuk anorganik dengan ketepatan dengan pupuk organic yang tepat. Penggunaaan pupuk bernitrogen yang berlebihan juga mengakibatkan kadar nitrat dalam hasil pertanian juga meningkat karena terjadinya akumulasi nitrat dalam jaringan tanaman. Dampak negatif ini akan berkurang jika penggunaan pupuknya seimbang. Residu sulfat dan karbonat karena pupuk bereaksi dengan unsur kalsium tanah, mengakibatkan tanah makin sulit untuk diolah. Pemupukan nitrogen yang berlebihan akan menyebabkan kandungan nitrat dalam air tanah juga meningkat. Penggunaan nitrogen atau pupuk urea merupakan faktor utama penyebab polusi dan degradasi lingkungan. Kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi di sungai, danau dan lautan karena polusi menyebabkan pertumbuhan alga sangat pesat sehingga menghilangkan oksigen dalam air.   

Jumat, 01 Juni 2012

Pemasaran CPO


Pendahuluan
Dalam perekonomian Indonesia sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan, dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik, mengingat semakin langkanya atau menurunnya mutu sumberdaya alam. Ke masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional, dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat (petani kelapa sawit dapat memiliki pendapatan sekitar Rp. 2 juta – Rp. 6 juta per tahun), produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri (produksi tahun 1998 sebesar 5,6 juta ton meningkat menjadi sekitar 10,7 juta ton pada tahun 2003) ekspor CPO yang menghasilkan devisa (volume ekspor tahun 1998 sebesar 1,6 juta ton senilai US$ 800 ribu dolar meningkat menjadi 5,7 juta ton senilai US$ 2,1 juta dolar pada tahun 2003) dan menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja di berbagai sub sistem. Selain itu tanaman kelapa sawit juga menjadi sumber pangan dan gizi utama dalam menu penduduk negeri, sehingga kelangkaannya di pasar domestik berpengaruh sangat nyata dalam perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, pengembangan tanaman dan agribisnis kelapa sawit akan dapat memberikan sebesar-besarnya manfaat di atas, apabila para pelaku agribisnis kelapa sawit, perbankan, lembaga penelitian dan pengembangan serta sarana dan prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait memberikan dukungan dan peran aktifnya.
Kelapa sawit juga merupakan sumber lemak nabati yang populer karena produksi/pengolahan minyak kelapa sawit yang tinggi di negara-negara Asia Tenggara, bahkan minyak kelapa sawit menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, di samping minyak kelapa. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, antara lain: 1) menjadi sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, 2) sumber devisa Negara, 3) mulai dari perkebunan, industri pengolahan, sampai dengan pemasaran produknya menjadi primadona penyedia lapangan kerja, 4) perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit tersebut memacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, 5) pendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan hilir berbasis pengolahan CPO di Indonesia, misalnya: mentega, kue/biskuit, gliserin, sabun, dan deterjen.
Produk Turunan Kelapa Sawit
Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain:
1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan Margarine, shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.
2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary, Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun, Detergent, Shampoo dan Kosmetik.
3. Produk Turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing, Lubricants, Emulsifiers, Detergent, Glicerine, Cosmetic, Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective Coatings.
Dari gambaran tersebut dapat disampaikan bahwa prospek kelapa sawit masih sangat luas, tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan minyak goreng kelapa sawit, tetapi juga untuk kebutuhan produk-produk turunannya. Untuk lebih meningkatkan daya saing produk kelapa sawit dan turunannya agar lebih mempunyai daya saing, keterpaduan penanganan sejak dari kegiatan perencanaan, kegiatan on-farm, off-farm, dukungan sarana dan prasarana serta jasa-jasa penunjangnya sangat diperlukan.
Pola Pemasaran Produk Kelapa Sawit
Adapun Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah :
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.
Kelapa Sawit di Perdagangan Internasional
Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi dalam keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO, dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia 1988-2000 meningkat dengan laju 13,5%/tahun. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia. Dalam keadaan demikian biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri yang besarnya pernah mencapai 60%. Perkembangan harga minyak sawit (CPO) di pasar domestik dan internasional sejak tahun 1988 sampai dengan 2002 menunjukkan kecenderungan yang menaik. Pergerakan harga minyak sawit di pasar internasional ditransmisikan ke pasar domestik (border price dan whole sale price) melalui mekanisme pasar. Secara umum pergerakan harga minyak sawit domestik searah dengan perkembanga harga minyak sawit di pasar internasional. Selain itu, harga minyak sawit juga mempunyai fluktuasi musiman.
Hingga saat ini, konsumsi minyak sawit domestik diperkirakan sekitar 50%-60% dari produksi dan penggunaannya sebagian besar untuk pangan (80%-85%) sedangkan untuk industri oleokimia relatif masih kecil (15%-20%). Menurut perkiraan, pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri adalah sekitar 11,5 %/tahun. Pertumbuhan konsumsi untuk oleopangan adalah 12%, lebih besar dibandingkan pertumbuhan konsumsi untuk oleokimia (10%). Dengan perkiraan tersebut, maka neraca minyak kelapa sawit Indonesia dalam lima tahun terakhir bergerak dari surplus ke arah keseimbangan, identik dengan neraca dunia. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Malaysia memegang peranan penting dalam perdagangan minyak sawit pada akhir tahun 1960-an saat Indonesia dan Nigeria mengalami stagnasi produksi. Pada tahun 1969 pangsa ekspor minyak sawit Malaysia mencapai sekitar 43 - 48 persen dari ekspor minyak sawit dunia dan pada tahun 2002 pangsa ekspor Malaysia tumbuh menjadi 57,28 persen. Pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 20,49 persen, dan 32,64 persen. Sisanya dikuasai oleh beberapa negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading. Amerika Serikat, Belanda dan Pakistan secara tradisional merupakan negara pengimpor utama minyak sawit. Pada tahun 1969 ketiga Negara mengimpor sekitar 11 persen dari impor minyak sawit dunia. Pada tahun 2002, pangsa impor ketiga negara meningkat menjadi sekitar 13.35 persen. Perubahan pangsa impor ketiga negara tersebut terjadi karena adanya peningkatan impor oleh Pakistan yang cukup nyata. Saat ini ketiga pengimpor minyak sawit tersebut berperan cukup penting bagi Indonesia. Pada ketiga pasar tersebut, Malaysia merupakan pesaing utama Indonesia dan umumnya CPO asal Malaysia lebih kompetitif karena antara lain, mutu yang lebih baik dan adanya kemudahan-kemudahan yang didapat Malaysia dari negara pengimpor dan tidak diperoleh Indonesia. Namun, perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia diperkirakan akan tertahan oleh adanya keterbatasan sumber daya lahan dan tingginya tingkat upah pekerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai potensi untuk berkembang karena dukungan biaya produksi murah dan lahan potensial yang masih tersedia. Namun Indonesia juga menghadapi kendala dalam pengembangan ekspor karena tingkat konsumsi domestik tinggi.
Ekspor CPO Indonesia Periode Tahun 2010 - 2011
            Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA) memperkirakan, ekspor CPO Indonesia tahun 2011 bisa mencapai 19,35 juta ton. Angka itu naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 17,85 juta ton. Sedangkan produksi CPO Indonesia akan mencapai 25,4 juta ton pada 2011. Angka itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 23,6 juta ton. Jika proyeksi itu dipadukan dengan capaian ekspor CPO Indonesia pada 2010, tidak berlebihan apabila nilai ekspor CPO Indonesia pada 2011 akan menembus US$ 20,2 miliar atau setara Rp 180 triliun. Terlebih lagi, harga CPO sepanjang empat bulan pertama 2011 dalam tren meningkat. Harga CPO dunia kembali naik, setelah sempat melandai pada Maret 2011.
Harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 berada di level US$ 1.140 per ton, naik 5,6% dibanding minggu kedua Maret 2011 yang masih bertengger di level US$ 1.079 per ton. Peningkatan harga CPO di bursa global terjadi seiring dengan tingginya harga minyak dunia yang saat ini sudah melebihi US$ 112 per barel. Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan sepanjang 2010 nilai ekspor CPO dan produk turunan sawit Indonesia mencapai US$ 16,4 miliar, naik 50% lebih dari 2009 yang berjumlah US$ 10 miliar. Kenaikan ini karena tingginya harga CPO internasional. Di kuartal I 2010, nilai ekspor CPO sebesar US$ 2,66 miliar selanjutnya bertambah menjadi US$ 3,04 miliar di kuartal II. Berikutnya di kuartal III, nilai ekspor sebesar US$ 4,46 miliar yang kian melonjak tajam menjadi sekitar US$ 6,32 miliar di kuartal IV.
Secara volume, sepanjang Januari-Desember 2010 ekspor CPO Indonesia naik tipis 127.498 ton menjadi 15.656.349 ton, dibandingkan tahun sebelumnya 15.528.851 ton. Pertumbuhan ekspor CPO nasional didorong kenaikan pembelian oleh tiga konsumen utama yakni India, Cina, dan Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa meningkatkan jumlah pembelian CPO dan produk turunannya dari Indonesia berjumlah 3.728.677 ton. Uni Eropa lebih banyak membeli CPO sebanyak 2.537.431 ton,
RBD Stearin sebanyak 426.673 ton.RBD PO berjumlah 314.364 ton, RBD Olein sebesar 293.437 ton, PFAD berjumlah 148.069 ton, Crude Olein sebanyak 8.000 ton, dan Crude Stearin sebesar 700 ton. China mengimpor CPO dan turunannya dari Indonesia berjumlah 2.410.337 ton, di mana impor terbesar berupa produk RBD Olein berjumlah 1.491.948 ton.
Selanjutnya, RBD Stearin sebesar 632.312 ton, CPO berjumlah 231.617 ton, PFAD mencapai 46.458 ton, dan RBD PO sebanyak 8.000 ton. Bangladesh membeli CPO dan produk turunan dari Indonesia berjumlah 629.529 ton, AS mengimpor 172.167 ton CPO dan produk turunannya dari Indonesia. Pakistan mengimpor 87.379 ton CPO dan produk turunannya yang turun drastis dari tahun lalu, karena tertundanya penyelesaian Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Pakistan. Ekspor CPO dan produk turunan Indonesia ke negara-negara lain berjumlah 2.889.182 ton.Dari total ekspor CPO nasional, 15,6 juta ton ternyata masih didominasi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang mencapai 8.779.940 ton (56,2%) dan sisanya produk turunan CPO berjumlah 6.876.405 ton (43,8%).
Prospek CPO di Pasar Internasional
            Hasil analisis yang dilakukan FAO menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005. Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada negara yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun.
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun. Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton.
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005. Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton.
Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton).
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton.